TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies Marwan Batubara menilai Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok bukan sosok yang tepat untuk membersihkan mafia industri minyak dan gas alias migas yang selama ini hinggap di tubuh Badan Usaha Milik Negara alias BUMN. Pasalnya, menurut Marwan, Ahok juga tidak bersih dari perkara hukum.
"Kalau dikatakan Ahok ingin bersih-bersih karena BUMN banyak mafia, kalau mau menyapu halaman secara bersih, gunakan sapu bersih. Kalau pakai sapu yang belepotan, ya jangan harap akan bersih," ujar Marwan di Restoran Pulau Dua, Jakarta, Kamis, 21 November 2019.
Beberapa perkara yang sempat dikaitkan dengan Ahok, ujar Marwan, antara lain kasus Rumah Sakit Sumber Waras. Ia mengatakan sudah ada lebih dari tiga alat bukti soal keterkaitan Ahok. Namun, kasus belum ditindaklanjuti. "Temuan BPK diabaikan, KPK bilang Ahok tidak punya niat jahat, KPK kami minta untuk meninjau kembali kasus ini," kata dia.
Belum lagi pada pembangunan simpang susun Semanggi. Marwan mengatakan boleh saja Ahok membanggakan rampungnya proyek tersebut. Namun ia melihat aspek pembangunannya diduga tidak mengikuti prosedur. "Intinya adalah supaya ini fair jangan kita bicara hal objektif tapi dibilang politik justru kami bicara soal hukum dan keadilan."
Di samping itu, Marwan berharap pemerintah memilih petinggi perusahaan pelat merah secara konstitusional dan mengikuti Undang-undang BUMN. Bukan tanpa proses yang jelas. Ia mengatakan proses yang benar seharusnya ada sejumlah calon yang diajukan dan dites oleh tim penilai dari Kementerian BUMN.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira mengatakan BUMN dihadapi oleh persoalan yang sangat berat. Misalnya saja persoalan sistemik seperti kecurangan yang membuat kinerja perusahaan pelat merah kurang sehat.
"Dengan tantangan sebegitu berat pertanyaan saya balik, memang selain Ahok tidak ada yang mumpuni menghadapi tantangan yang sebegitu beratnya?" kata Bhima. Sebab, ia menilai rekam jejak Ahok di dunia migas tergolong anyar. "ini orang baru yang pengalamannya lama di pemerintah daerah dan DPR, tapi pengalaman migas ini beda tidak seperti industri lainnya, bukan seperti kita bikin toko kelontong, upstream downstream perlu technical expert."
Ia mengatakan orang-orang sarat pengalaman seperti Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto dan bekas Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar pun belum bisa melakukan reformasi secara menyeluruh di sektor migas Indonesia. "Apa lagi ini orang baru yang belum punya pengalaman mana bisa menyelesaikan masalah itu," kata dia.
Kabar Ahok akan menjadi komisaris utama Pertamina itu merebak setelah bekas Gubernur DKI Jakarta itu datang memenuhi undangan Erick Thohir. Dalam pertemuan selama satu setengah jam itu, Ahok mengaku banyak berdiskusi dengan Erick seputar perusahaan BUMN.
Meski belum diumumkan resmi, pencalonan Ahok ditolak oleh Serikat Pekerja Pertamina. Ahok sebelumnya bersikap santai menanggapi penolakan dari serikat pekerja terkait dengan rencana dirinya mengisi jabatan pimpinan PT Pertamina (Persero).
"Kayaknya hidup gue ditolak melulu. Hidup ini ya gak ada bisa setuju 100 persen, Tuhan saja ada yang nentang kok," kata Ahok di Semarang, Jawa Tengah, Rabu, 20 November 2019.
Ahok mengaku siap menjadi pimpinan di PT Pertamina (Persero) jika ditunjuk oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir. "Ya kalau ditunjuk, diminta tugas ya harus siap dong, kita mesti siap lah," ujar politikus PDI Perjuangan itu.
CAESAR AKBAR | ANTARA